Ilustrasi lonjakan pengangguran 2025 di Indonesia
Lonjakan pengangguran pada 2025 menggambarkan tekanan ekonomi serius yang melanda masyarakat Indonesia.

Data Terbaru BPS Tunjukkan Kenaikan Signifikan Pengangguran

Lonjakan pengangguran 2025 menjad

i perhatian serius pemerintah dan masyarakat Indonesia. Berdasarkan data resmi Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran terbuka di Indonesia per Februari 2025 telah mencapai 7,28 juta orang, meningkat sebesar 1,11% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Ini mencerminkan tekanan ekonomi yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda.

Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyampaikan bahwa lonjakan pengangguran 2025 ini berakar dari berbagai dinamika, termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK) yang masih marak terjadi di berbagai sektor. Dalam konferensi pers pada Senin, 5 Mei 2025, ia menjelaskan bahwa dibandingkan Februari 2024, jumlah pengangguran Indonesia bertambah sekitar 83,45 ribu orang.

“Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) secara nasional meningkat menjadi 4,76%. Ini menunjukkan peningkatan signifikan dari tahun sebelumnya,” jelas Amalia.

Tingkat Pengangguran Terbuka merupakan indikator yang mengukur persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang sedang aktif mencari pekerjaan, namun belum mendapat pekerjaan.

Potret Ketimpangan: Pengangguran Laki-laki dan Perempuan

Secara lebih rinci, BPS mencatat bahwa tingkat pengangguran laki-laki per Februari 2025 mencapai 4,98%, sedikit meningkat 0,02% dibanding tahun lalu. Sementara itu, tingkat pengangguran perempuan tercatat sebesar 4,42%, justru menurun 0,19%.

Perbedaan ini menunjukkan bahwa dampak lonjakan pengangguran 2025 lebih dirasakan oleh pekerja laki-laki. Hal ini bisa jadi berkaitan dengan sektor industri yang lebih banyak menyerap tenaga kerja laki-laki mengalami penurunan tajam atau melakukan PHK besar-besaran.

Namun begitu, bukan berarti perempuan terbebas dari ancaman PHK. Banyak sektor berbasis layanan dan pendidikan yang juga mengalami kontraksi dan menyebabkan pengurangan tenaga kerja.

PHK Massal Jadi Pemicu Utama Lonjakan

Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menyampaikan bahwa sepanjang awal 2025, terjadi pemutusan hubungan kerja terhadap lebih dari 24 ribu pekerja. Angka ini merupakan akumulasi laporan dari sektor industri manufaktur, jasa, dan perdagangan.

“Pola PHK saat ini banyak dipicu oleh efisiensi operasional, transformasi digital, dan perlambatan permintaan pasar,” ujarnya.

Fenomena ini memperkuat tren lonjakan pengangguran 2025, karena sebagian besar pekerja yang terkena PHK belum mampu segera terserap kembali ke pasar kerja. Faktor keterampilan yang belum sesuai dengan kebutuhan industri juga menjadi penghambat.

Kondisi ini diperburuk dengan terbatasnya program pelatihan dan re-skilling secara nasional, yang membuat para pencari kerja kesulitan untuk mengakses peluang baru.

Efek Ekonomi: Konsumsi Melemah, Pertumbuhan Tersendat

Kenaikan angka pengangguran secara langsung berdampak pada konsumsi rumah tangga. Sebagai penyumbang terbesar dalam struktur produk domestik bruto (PDB), konsumsi masyarakat yang melemah membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mampu mencapai 4,8% pada tahun ini.

Hal ini lebih rendah dari proyeksi yang sebelumnya ditetapkan pemerintah di kisaran 5,2%. Melemahnya daya beli masyarakat akibat pengangguran menyebabkan sektor retail, makanan, dan jasa ikut mengalami perlambatan.

Dalam situasi ini, lonjakan pengangguran 2025 bukan hanya menjadi masalah ketenagakerjaan, tetapi juga ancaman serius terhadap stabilitas ekonomi nasional.

Kondisi ini menciptakan efek domino yang menjalar ke sektor-sektor lain, termasuk investasi, kepercayaan konsumen, dan penerimaan pajak.

Pemerintah Diminta Ambil Langkah Konkret

Berbagai kalangan mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah konkrit dalam mengatasi lonjakan pengangguran 2025. Beberapa rekomendasi yang disuarakan oleh ekonom antara lain:

  • Meningkatkan anggaran untuk program padat karya.
  • Memperluas akses pelatihan kerja berbasis industri digital.
  • Menyediakan insentif pajak bagi perusahaan yang menyerap tenaga kerja baru.
  • Menyesuaikan kurikulum pendidikan vokasi dengan kebutuhan dunia kerja.

Tanpa intervensi nyata, jumlah pengangguran diprediksi akan terus meningkat hingga akhir tahun. Apalagi, ketidakpastian global dan ancaman resesi di sejumlah negara maju dapat berdampak langsung pada ekspor dan investasi dalam negeri.

“Jika tidak ditangani segera, lonjakan pengangguran 2025 bisa menjadi krisis sosial yang meluas,” tegas seorang analis ekonomi dari Universitas Indonesia.

Penutup: Arah Kebijakan Harus Berpihak pada Tenaga Kerja

Situasi lonjakan pengangguran 2025 menjadi sinyal kuat bahwa kebijakan ekonomi nasional harus berpihak lebih besar kepada tenaga kerja. Era digitalisasi dan disrupsi pasar global memang tak terhindarkan, namun perlindungan terhadap pekerja dan penciptaan lapangan kerja harus tetap menjadi prioritas.

Upaya kolektif antara pemerintah, pelaku industri, dan dunia pendidikan dibutuhkan untuk menghindari konsekuensi jangka panjang dari melonjaknya angka pengangguran. Dalam jangka pendek, strategi pemulihan harus diarahkan pada penciptaan lapangan kerja darurat dan dukungan terhadap sektor-sektor padat karya.

Lonjakan ini tidak hanya soal statistik, tapi juga tentang jutaan harapan dan kehidupan masyarakat Indonesia yang terdampak langsung.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *