Inflasi AS melonjak akibat penutupan Selat Hormuz oleh Iran
Inflasi AS melonjak akibat penutupan Selat Hormuz oleh Iran

Inflasi AS melonjak akibat penutupan Selat Hormuz – Ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel yang terus memanas kini mengancam kestabilan ekonomi global, khususnya Amerika Serikat. Dalam peristiwa terbaru, Iran secara resmi menutup Selat Hormuz, jalur vital bagi pengiriman seperlima pasokan minyak mentah dunia. Tindakan ini memicu gejolak di pasar energi internasional dan berpotensi menyebabkan inflasi AS melonjak akibat penutupan Selat Hormuz.

Langkah balasan dari Amerika Serikat pun tidak main-main. Presiden Donald Trump menginstruksikan serangan udara terhadap tiga lokasi nuklir strategis milik Iran pada Minggu (22/06) malam, sebagai sinyal keras terhadap tindakan Iran. Akibatnya, para ekonom memperingatkan bahwa potensi lonjakan inflasi bisa menjadi ancaman nyata dalam beberapa bulan mendatang.

Dampak Langsung Penutupan Selat Hormuz

Selat Hormuz dikenal sebagai jalur pengapalan minyak paling strategis di dunia. Menurut data Wikipedia, hampir 20% perdagangan minyak global melintasi wilayah ini setiap harinya. Penutupan selat ini oleh Iran menjadi pemicu kekacauan besar bagi pasokan energi internasional.

Bagi Amerika Serikat, penutupan Selat Hormuz tidak hanya mengganggu pasokan minyak global, tetapi juga meningkatkan harga energi domestik secara drastis. Kenaikan harga minyak mentah dipastikan akan mengalir ke berbagai sektor ekonomi, mulai dari transportasi, logistik, hingga biaya produksi.

Menurut proyeksi JPMorgan, jika blokade terus berlanjut, harga minyak dunia bisa melonjak hingga US$130 per barel. Dampaknya, inflasi AS melonjak akibat penutupan Selat Hormuz dan bisa menembus angka 5%, jauh di atas target inflasi Federal Reserve sebesar 2%.

Dampak Historis dan Pembelajaran Masa Lalu

Lonjakan harga minyak yang memicu inflasi bukanlah hal baru. Pada Maret 2023 lalu, kenaikan harga minyak akibat konflik global membuat Federal Reserve terpaksa menaikkan suku bunga secara berturut-turut. Efeknya, daya beli masyarakat menurun dan terjadi pelemahan ekonomi domestik.

Kondisi serupa juga pernah terjadi pada 2010, di mana guncangan harga minyak menyebabkan perlambatan konsumsi dan investasi. Selain itu, nilai tukar dolar AS juga terpukul akibat tekanan ekonomi yang berat, mempersulit ekspor dan memperbesar defisit neraca perdagangan.

Dengan latar belakang tersebut, para pengamat menilai bahwa inflasi AS melonjak akibat penutupan Selat Hormuz bisa menciptakan kembali siklus tekanan ekonomi serupa jika tidak diantisipasi secara cepat dan tepat.

Reaksi Presiden Trump dan Kebijakan Moneter

Presiden Donald Trump telah menunjukkan ketegasannya dalam menghadapi ancaman Iran dengan melakukan pemboman fasilitas strategis. Namun, Trump juga kembali mendesak Federal Reserve untuk menurunkan suku bunga sebagai bentuk perlindungan terhadap konsumen dan sektor bisnis di tengah gejolak global.

Permintaan ini sejatinya bukan hal baru. Sejak Desember tahun lalu, Trump terus menekan Ketua The Fed Jerome Powell yang dianggap terlalu mempertahankan suku bunga tinggi, sehingga memperlambat pemulihan ekonomi pasca-pandemi.

Dengan situasi terkini, tekanan terhadap Powell semakin besar. Jika inflasi AS melonjak akibat penutupan Selat Hormuz dan memicu ketidakstabilan ekonomi, The Fed bisa dipaksa mengambil langkah darurat seperti intervensi pasar atau pelonggaran kebijakan moneter.

Potensi Risiko dan Skenario Terburuk

Risiko terbesar dari skenario saat ini adalah terjadinya stagflasi—kondisi di mana inflasi tinggi terjadi bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi yang stagnan. Kombinasi ini sangat sulit ditangani karena stimulus ekonomi justru bisa memperparah inflasi, sementara pengetatan moneter akan memperlambat pemulihan ekonomi.

Investor kini mengantisipasi skenario tersebut dengan mengalihkan aset mereka ke instrumen lindung nilai seperti emas dan obligasi pemerintah jangka panjang. Sementara itu, pasar saham AS mengalami tekanan hebat, terutama di sektor energi dan transportasi yang sangat sensitif terhadap harga minyak.

Arah Kebijakan dan Tindakan Lanjutan

Untuk meredam gejolak pasar dan meminimalkan efek penutupan Selat Hormuz, pemerintah AS kemungkinan akan menjalin diplomasi dengan sekutu-sekutu utama di Timur Tengah dan Asia. Tujuannya adalah membuka jalur alternatif distribusi energi dan menstabilkan pasokan global.

Selain itu, Trump juga membuka opsi pembebasan pajak energi untuk industri domestik dan memberikan subsidi bahan bakar bagi sektor strategis. Langkah ini diharapkan dapat menahan laju inflasi dalam jangka pendek.

Namun, semua skenario tersebut masih bersifat spekulatif dan sangat bergantung pada perkembangan konflik geopolitik yang dinamis. Jika Iran tidak segera membuka kembali Selat Hormuz, maka inflasi AS melonjak akibat penutupan Selat Hormuz akan menjadi kenyataan yang harus dihadapi.

Penutup: Ancaman Nyata Bagi Ekonomi AS

Krisis di Selat Hormuz telah membuka kembali luka lama ekonomi global yang sangat rentan terhadap konflik geopolitik. Bagi Amerika Serikat, skenario inflasi tinggi bukan lagi sekadar risiko, tetapi menjadi ancaman nyata.

Inflasi AS melonjak akibat penutupan Selat Hormuz adalah cerminan bahwa ketergantungan terhadap jalur energi tradisional masih menjadi titik lemah dalam sistem ekonomi modern. Tanpa diversifikasi pasokan dan strategi energi yang kuat, krisis semacam ini akan terus berulang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *