
Tekanan Baru dari Kebijakan Dagang AS
Bitcoin jatuh ke US$107 ribu setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif baru terhadap sejumlah negara mitra dagang, termasuk Indonesia. Dalam pengumumannya, Trump menyatakan bahwa Indonesia tetap akan dikenai tarif sebesar 32%, tarif yang disebutnya sebagai “final namun bisa dinegosiasikan”.
Langkah ini memicu kekhawatiran global, terutama di pasar aset digital yang sangat sensitif terhadap ketidakpastian makroekonomi dan geopolitik. Investor bereaksi cepat, menyebabkan koreksi tajam pada berbagai aset crypto utama.
Table of Contents
Dampak Langsung ke Aset Digital
Bitcoin jatuh ke US$107 ribu – Tak hanya Bitcoin jatuh ke US$107 ribu, sejumlah crypto besar lainnya juga mengalami penurunan yang signifikan. Ethereum (ETH) terkoreksi 2% ke US$2.530, XRP turun 1% menjadi US$2.254, dan Solana (SOL) melemah 2,20% ke US$148,63. Bahkan Dogecoin (DOGE), yang sempat naik 7% dalam beberapa hari terakhir, ikut terseret dan turun 3,71% menjadi US$0,1664.
Koreksi ini mencerminkan tekanan sistemik yang disebabkan oleh ketegangan geopolitik dan kebijakan dagang unilateral. Aset crypto yang selama ini dianggap alternatif terhadap sistem keuangan tradisional pun tidak luput dari dampak langsung kebijakan fiskal dan proteksionis global.
14 Negara Terkena Dampak, Indonesia Termasuk
Bitcoin jatuh ke US$107 ribu – Gedung Putih mengonfirmasi bahwa tarif baru ini ditujukan kepada 14 negara mitra dagang, termasuk Jepang, Korea Selatan, Thailand, Malaysia, Indonesia, Kamboja, dan beberapa negara lainnya. Surat resmi dari Presiden Trump dikirim langsung kepada kepala negara masing-masing, berisi rincian tarif dan peringatan tentang perlunya negosiasi bilateral jika ingin merevisi besaran tarif tersebut.
Trump mengklaim kebijakan ini bertujuan melindungi industri dan tenaga kerja domestik AS dari “kompetisi tidak adil” akibat kebijakan perdagangan terbuka. Ia menambahkan bahwa jika negara-negara tersebut mengajukan proposal kerja sama yang menguntungkan bagi AS, tarif bisa dinegosiasikan ulang.
Reaksi Pasar: Volatilitas Kembali Meningkat
Bitcoin jatuh ke US$107 ribu menjadi simbol dari lonjakan kembali volatilitas pasar kripto. Dalam beberapa minggu terakhir, BTC sempat stabil di kisaran US$110 ribu hingga US$113 ribu, namun kebijakan tarif langsung memicu tekanan jual yang signifikan. Volume perdagangan pun meningkat drastis di bursa-bursa utama, menandakan reaksi emosional dari investor.
Menurut Wikipedia, Bitcoin merupakan mata uang digital terdesentralisasi yang sangat dipengaruhi oleh faktor makro seperti suku bunga, inflasi, dan kebijakan global. Maka tidak heran jika keputusan politik semacam ini memberikan dampak yang nyata terhadap harga.
Pengamat: Risiko Geopolitik Jadi Pemicu Koreksi
Beberapa analis menyebut bahwa koreksi harga crypto saat ini lebih disebabkan oleh sentimen geopolitik daripada fundamental teknikal. Kebijakan Trump dinilai memicu kekhawatiran akan kembalinya ketegangan dagang global yang sempat mereda dalam beberapa tahun terakhir.
Pasar crypto yang selama ini dikaitkan dengan narasi “safe haven digital” tampaknya justru bereaksi negatif terhadap kondisi politik yang tidak stabil. Ini menegaskan bahwa meskipun Bitcoin bersifat desentralisasi, nilainya tetap sangat bergantung pada persepsi dan sentimen global.
Arah Pergerakan Harga dalam Waktu Dekat
Beberapa analis teknikal menyebutkan bahwa Bitcoin kini berada pada area support kritis. Jika harga menembus di bawah US$106.500, maka kemungkinan penurunan lanjutan ke US$102.000 hingga US$100.000 terbuka lebar. Namun, jika pembeli institusional masuk di kisaran ini, potensi rebound cepat juga bisa terjadi.
Ethereum dan altcoin besar lainnya juga diprediksi akan mengikuti arah pergerakan BTC, setidaknya sampai sentimen pasar kembali stabil. Sementara itu, investor jangka panjang disarankan tetap tenang dan memanfaatkan fase koreksi sebagai peluang akumulasi.
Kesimpulan: Geopolitik Kembali Bayangi Pasar Crypto
Fakta bahwa Bitcoin jatuh ke US$107 ribu setelah pengumuman tarif Trump membuktikan bahwa pasar crypto masih sangat rentan terhadap kebijakan makro. Meskipun aset digital digadang-gadang sebagai alternatif sistem keuangan tradisional, nyatanya sentimen global tetap menjadi penentu utama arah pasar.
Kebijakan tarif ini membuka kembali diskusi tentang bagaimana aset crypto merespons tekanan politik, dan menunjukkan bahwa fase adopsi global belum sepenuhnya menjadikan pasar kripto kebal terhadap intervensi pemerintah. Untuk saat ini, pasar harus menanti langkah berikutnya dari negara-negara yang terkena tarif—apakah akan menempuh jalur diplomasi, atau menanggapi dengan kebijakan balasan yang bisa menambah ketidakpastian.